PEMIKIRAN AL-HALLAJ
MAKALAH
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dari
Mata Kuliah : Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam
Dosen : Prof. DR. H. Imron Abdullah, M.Ag
DR.H. Ahmad Asmuni, M.Ag
Disusun oleh :
NURCHOZIN
PASCASARJANA IAIN
SYEKH NURJATI
CIREBON
2010
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI …………………………………………………….. 1
BAB I PENDAHULUAN….……………………………………… 2
A. Riwayat Hidup al Hallaj ………………………………….. 3
B. Karya Tulis al-Hallaj ……………………………………... 4
C. Pengertian al-Hulul ……………………………………….. 5
BAB II PEMBAHASAN MASALAH …………………………… 6
A. Telaah Pemikiran al-Hallaj ………………………………. 6
B. Kesimpulan ………………………………………………... 8
BAB III PENUTUP………………………………………………… 9
A. Kesimpulan…………………………………………………. 9
B. Saran-saran…………………………………………………. 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Peradaban modern yang bersifat matrialistis dan cenderung membawa manusia pada prilaku hedonis, yang pada akhirnya spiritual pada hati manusia akan mengalami kekosongan dan kehampaan. Ketimpangan ini masyarakat modern mengalami krisis yang sangat berat, krisis kejiwaan, untuk keluar dari krisis ini, sebagian orang menempuh jalan spiritual dengan kata lain kembali ke agama. Akan tetapi, yang disebut agama disini bukan hanya ritus-ritus formal semisal sholat, lebih dari itu penghayatan lebih dalam pada tataran spiritual sehingga mampu menghantarkan manusia untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dalam islam penghayatan dan jalan spiritual ini disebut tasawuf.
Tasawuf sendiri di bagi dua : tasawuf sunni dan tasawuf falsafi. Tasawuf sunni adalah tasawuf yang barwawasan moral praktis yang berdasarkan al-qur,an dan sunnah Nabi saw, semantara tasawuf falsafi adalah yang menghubungkan tasawuf sunni dengan beberapa aliran mistis dari luar dunia islam, tasawuf snni dan falsafi mengajarkan cara mendekatkan diri kepada Tuhan. Substansi ajaran tasawuf sunni yaitu : mahabbah, wara’, zuhud, sedangkan dalam ajaran tasawuf falsafi yaitu : ittihad, hulul, wahdah al-wujud dan fana.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat hidup al-hallaj
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah al-hisyam ibn Mansur ibn Muhammad al-Baidhowi al-Hallaj, dilahirkan pada tahun 224H / 858M dikota al-Tur yang bercorak arab yang berkawasan al-Baida Iran Tenggara, ia bukan orang arab melainkan keturunan persi, kakeknya adalah Zoroaster dan ayahnya memeluk agama islam, dan pengguru kapas, sehingga diberi julukan al-Hallaj sebuah julukan ejekan yang ia dapat dari para muridnya selama mengadakan perjalanan dari Iran ke Irak menuju India. Ia tumbuh dewasa di Irak dan berguru pada banyak tokoh-tokoh tasawuf pada masanya, seperti al-Tusturi, Abu Amar al-Makhi dan al-Junaid, tetapi dengan guru-gurunya berpisah karena al-Hallaj menganut paham tasawuf yang berbeda.
Selama kehidupannya menunaikan haji tiga kali, pada ibadah haji yang terakhir kalinya yang berlangsung selama dua tahun dan berakhir dengan diraihnya kesadaran tentang kebenaran, diakhir tahun 299H / 913M iamersa bahwa hijab-hijab ilusi telah terangakat dan tersingkap yang menyebabkan dirinya bertatap muka dengan Sang Kebenaran di saat itulah ia mengucapkan akulah “ Akulah kebenaran “ .
Dalam perjalanan hidupnya ia sering keluar masuk penjara akibat konflik dengan ulama fiqih, delapan tahun dalam tahanan tidaklah dapat meluruhkan pendiriannya, semakin ia ditanya mengenai ajarannya maka ia akan menjawab apa adanya sesuai dengan suara hatinya, hingga pada tanggal 18 dzulkaidah 309H / 921M diadakan persidangan ulama dibawah naungan kerajaan Bani Abbas ( Khalifah al-Muhtadi Billah ) jatuhnya hukuman mati bagi dirinya dengan mula-mula dipukul, dicambuk dengan cemeti lalu disalibkan sesudah itu dipotong kedua tangan dan kakinya, di penggal lehernya, dan di potong-potong tubuhnya ditinggalkan tergantung di depan pintu gerbang kota Bagdad guna contoh bagi orang lain kemudian barulah dibakar dan abunya dihanyutkan disungai Dajah ( Tigris ), kata-kata terakhir al-Hallaj “ Hash al-Wajid Ifrod al-Wahid “10 cukuplah bagi sipencinta untuk menjadikan yang esa tunggal.
B. Karya Tulis ( Kitab-Kitab ) Al-Hallaj
Al-Hallaj banyak meninggalakan karya-karyanya dalam beberapa bidang namun semuanya yang hilang, yang tinggal hanya kepingan-kepingan prosa dan syair yang berserakan, Ibn Nadhim sebagai seorang ahli riwayat telah mencacat karya-karya tulis ( kitab-kitab ) hanya 46 buah yang ditemukan diantaranya :
1. Al-Ahruf al-Muhaddatsah wal al-Azaliyah wa al-Asma al-Kulliyah
2. Kitab Al-Ushul wa al-Furu’
3. Kitab Al-Abl wa al-Fana
4. Kitab AL- Wa al-Tauhid 5
5. Kitab Sirr al-‘Alam Wa al-Mab’uts 6
6. Kitab Madh al Nabi wa al Hatsal al-A’la 7
7. Kitab Huwa-Huwa
8. Kitab al Thawwasin
Kedelapan kitab ini adalah kitab terpenting diantara kitab lainnya sedangkan kita Athawwasin adalah salah satu kitab al-Hallaj yang telah dicetak ulang Louis Massigon dengan beberapa muridnya telah menyalin kitab tersebut kedalam bahasa Prancis dan dijadikan sebagai objek kajian ilmu filsafat. Ajaran al-Hallaj sampai sekarang masih dijadikan telaah yang mendalam baik dari kalangan orientalis atau para sufi sendiri. Komentar-komentar yang memaknai eksistensi pemikiran al-Hallaj masih mewarnai pemikiran kontemporer untuk dikomperasikan dengan perkembangan ilmu tasawuf.
I ntisari ajaran al-Hallaj,menurut para ahli, mencakup 3 ajaran, yaitu :
1. Hulul, yaitu ketuhanan ( lahut ) menjelma dalam diri insane ( nasut )
2. Al-Haqiqotul Muhammadiyah, yaitu Nur Muhammad sebagai asal-usul kejadian amal perbuatan dan ilmu pengetahuan dan dengan perantaraannyalah seluruh amal ini dijadikan.
3. kesatuan segala agama
Dari ketiga ajaran al-Hallaj tersebut diatas sesuai dengan judul makalah, bagian ini hanya difokuskan pada satu pokok bahasan saja yaitu al-Hulul.
C. Konsep Al Hulul
Secara etimologi, hulul adalah bentuk masdar dari kata : halla-yahullu yang berarati menjelma, merintis, menepati atau menyusup, sedangmenurut terminology hulul berarti menjelma atau menyusupnya kedalam paham.
Hulul mempunyai dua bentuk yaitu :
1. al-hulul al- jawari yakni keadaan dua esensi yang satu mengambil tempat yang lain ( tanpa persatuan ) seperti air mengambil tempat didalam bejana.
2. al-hulul al-saroyani yakni persatuan dua esensi ( yang satu mengalir didalam yang lain ) sehingga yang terlihat hanya satu esensi, seperti zat air yang mengalir didalam bunga, bentuk terakhir inilah al-Hulul yang dikemukaan oleh al-Hallaj.
Hulu menurut keterangan Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma ialah faham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan, bilamana seorang insane telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan , akan naiklah tingkat hidupnya dari suatu maqom yang lain seperti tingkat seorang muslim, ke mu’min, sholihin dan akhirnya ke miqorobin, dan diatas tingkat muqorobin inilah seseorang dapat tiba dipuncak kebahagiaan, karena ia mampu bersatu dengan Tuhannya, Dengan kata lain tidak ada lagi penghalang yang memisahkan atau membedakannya, apabila ketuhanannya telah menjelma dalam diri manusia, maka tidak ada lagi kehendaknya yang berlaku melainkan kehendak Allah, Allah telah meliputi dirinya sebagaimana yang telah meliputi ISA anak MARYAM, maka apa yang dikehendakinya akan terjadi.
Lebih jauh lagi al-Hallaj berpendapat Allah mempunyai dua sifat dasar yaitu sifat ketuhanan ( lahut ) dan sifat kemanusiaan ( nasut ), demikian pula manusia sifat dasar yang dimiliki oleh Tuhan, dengan demikian persatuan antara Tuhan denga manusia dapat terjadi.
Dengan kata lain menurut al-Hallaj : proses pertama kali lahirnya teori hulul ini adalah berangkat dari anggapan al-Hallaj bahwa Tuhan melihat dirinya sendiri didalam kesendiriNya, ketika itu terjadi dialog Tuhan dengan diriNya tanpa kata, tanpa huruf, tanpa suara, dikala Tuhan melihat diriNya itu, Ia pun merasa kagum sendiri dan merasa cinta kepada Dzat-Nya, cinta Tuhan pada diriNya ini menjadi sebab wujudnya mahluk, Tuhan pun mengeluarkan bentuk dirinya dari sesuatu yang tidak ada, bentuk ( copy ) Tuhan itu mempunyai sifat-sifat sebagai diriNya sendiri, inilah Adam, Adam dimulnyakan Tuhan, Tuhan cinta kepadanya , justru itu : kadang-kadang Tuhan muncul dalam diri Adam, dan sebaliknya manusiapun mempunyai sifat ketuhanan didalam dirinya sehingga terjadilah hulul.
Teori bahwa dalam diri manusia terdapat sifat ketuhanan, didasarkan oleh al-Hallaj pada surat al-Baqoroh : 34 : yang artinya “ dan ingatlah ketika Kami berfirman pada para malaikat sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka akan tetapi iblis tidak, ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir “
Menurut tafsiran al-Hallaj : perintah Tuhan kepada malaikat supaya sujud kepada Adam itu karena pada diri Adam, Allah menjelmakan diriNya, proses tersebut menurut al-Hallaj bukan kehendak adam atau manusia tetapi kehendak Tuhan, dasar inilah para malaikat diperintahkan syjud pada Adam.
D. Telaah Pemikiran Al-Hallaj
Kontemplasi mistik merupakan proses individu, yang independent dari ibadah yang di praktekkan oleh masyarakat ia dihidupi sebagai rahmat Tuhan yang ditimbal baliki dengan cinta yang suci. Implementasi rasa cinta kepada dzat yang Esa dan pemaknaan suatu kebenaran tentu saja berada antara kaum sufi dan kaum syari’at, perbedaan sudut pandang ini seharusnya dijadi sumber rahmat bagi manusia untuk melihat potensi lain disampingnya bukan malah menjadi sumber petaka untuk selalu dipertikaikan .
Menarik untuk melansir tanggapan al-Damiri pengarang Hayat al-Hayawan terhadap sosok al-Hallaj sebagai berikut : bukanlah hal yang mudah menuduh seorang islam keluar dari dalamnya, kalau kata-kata masih bias di ta’wilkan ( diartikan lain ) lebih baik diartikan yang lain, karena mengeluarkan seseorang dari islam adalah perkara besar dan tergesah-gesah menjatuhkan hukuman begitu hanyalah perbuatan orang jahil.
Lebih lanjut Ibn Syuraih, seorang ulama yang sangat terkemuka dalam madzhab malik memberikan jawaban “ ilmuku tidak mendalam tentang dirinya “ sebab itu saya tidak dapat berkata-kata apa-apa.
Imam al-Ghozali seketika ditanyai tentang al-Hallaj ia menjawab : perkataan yang keluar dari mulutnya adalah dari karena sangat cintanya kepada Allah, apabila cinta itu sudah sangat mendalam, tidak dirasakan lagi perpisahan diantara diri dengan yang dicintainya.
Sedemikian jelas dasar kepercayaan sufi al-Hallaj tentang persatuan diantara manusia dengan Tuhan, namun manakala dicermati ulang ternyata pemikirannya tidaklah apa seprti yang tersurat karena di waktu yang lain keluar pula perkataan yang berbeda dan berlawanan sekali dengan penjelasan pertama, ketika penjelasan pertama jelas dia berkata tentang persatuan itu, yang merupakan faham Pantheisme, namun ditempat lain dia berkata : “ Keinsananku tenggelam kedalam ketuhanan Mu, tetapi tidak mungkin bercampur, sebab ketuhanan-Mu itu senantiasa menguasai akan keinsanan ku, dengan katanya pula : “ Barangsiapa yang menyangka bahwa ketuhanan bercampur dengan keinsanan jadi satu, atau keinsanan masuk dalam ketuhanan, maka kafirlah orang tersebut sebab Allah ta’ala bersendiri dalam dzatNya dan sifatNya daripada mahluk dan sifatNya pula, tidaklah Tuhan serupa dengan mahluk dalam betuk manapun juga.
Dari ungkspsn diatas jelaslah bahwa pengakuan al-Hallaj bahwa dirinya adalah kebenaran, bukanlah bermakna tekstual bahwa ia menjadi Tuhan namun pada hakekatnyalah kata-kata itu adalah kata-kata Tuhan yang ucapkan melalui lidahnya dan perbuat-perbuatannya itu bukanlah perbuatan manusia melainkan perbuatan Tuhan yang dilakukan oleh manusia melalui raganya, bila ia telah memfanakan sifat nasutnya dengan sifat lahutNya, sebagaimana ungkapannya : aku adalah rahasia YANG MAHA BENAR, YANG MAHA BENAR bukanlah aku, aku hanyalah satu dari bagian yang benar, maka bedakanlah antara kami.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemikiran al-Hallaj : adalah wajar dengan konsep al-Hulul mengakibatkan pertentangan faham yang sarat pada kedua golongan ulama : ulam lahir dan ulama batin. Ulama-ulam lahir senantiasa mementingkan pada ranah fiqh dengan mengedepankan rasio berfikir dibanding batin mereka, segala sesuatu dalam perspektif mereka dapat dihitung dengan perhitungan otak, sehingga memandang pendapat ulama-ulama batin yang memang mengedepankan dengan pengalaman batin, kehalusan perasaan, dan baginya yang hanya mengharapkan ridho serta tumpahan ilham yang senantiasa tidak dapat diukur dengan otak.
Dari uraian diatas setidaknya ada beberapa kesimpulan :
1. Ternyata ilmuNya ( Allah swt ) sangatlah Maha luas
2. Memandang pemikiran sesuatau tidaklah dari satu sudut pandang dalam mengambil konklusi
3. Perbedaan adalah wajar, dari kedua golongan tersebut diatas karena dari ranah yang berbeda.
4. Kesamaannya dari kedua golongan tersebut diatas mencapai kebenaran yang hakiki, namun manifestasi pengalaman mereka ( ulama lahir, ulma batin ) yang berbeda tergantung pada background pemikiran dan setting social pada zamannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudirman Tebba, Syaikh Siti Jenar, Pengaruh Tassawuf al-Hallaj di Jawa, Pustaka Hidayah 2003 :11 – 13.
2. Hamka, Tassawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka Panji Mas, Jakarta 1983 : 107
3. Yunasril Ali, Membersihkan Tassawuf dari Syirik, Bid’ah, Khurafat, Pedoman Ilmu, Jakarta 1984 : 30
4. Harun Nasution, Falsafah dan Mistisme Dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta 1997 : 9
5. Harun Nasution, Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, PT. Temprint, Jakarta 1994 : 175
6. Sudirman Tebba Pengaruh Tassawuf al-Hallaj di Jawa Pustaka HIdayah 2003 : 16 – 18.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar